ilustrasi Pembelajaran Coding dan AI dalam Kurikulum 2025 pic EduWithSTEAM.com
Bandung – Mulai 2025, anak SD sampai SMA bakal akrab dengan coding dan kecerdasan buatan (Artificial Intelligence/AI). Kementerian Pendidikan meluncurkan kurikulum baru yang disebut bakal "menyiapkan generasi masa depan". Tapi, pertanyaannya: apakah sekolah, guru, dan siswa sendiri benar-benar siap?
"Guru Harus Belajar Lagi, Tapi Fasilitas Minim"
Seorang guru TI di Bandung, Rina (42), mengaku waswas. "Saya sendiri baru belajar AI dari YouTube. Sekarang harus ngajarin? Laptop aja di sekolah cuma 5 biji, rusak 3," keluhnya.
Data Kemdikbud menyebut hanya 30% sekolah yang punya lab komputer layak. Lalu, bagaimana siswa di daerah terpencil bisa dapat akses setara dengan kota besar?
"Bukan Mau Bikin Programmer, Tapi..."
Nadiem Makarim, Mendikbud era sebelumnya, bilang tujuan kurikulum ini bukan mencetak programmer, tapi melatih logika dan problem-solving. Tapi, pakar pendidikan Prof. Ahmad Syafii menepuk jidat: "Kalau gurunya belum paham, nanti malah jadi hafalan sintaks. Kayak matematika, diajarin rumus, tapi nggak ngerti aplikasinya."
Orang Tua Panik: "Anak Saya Nggak Jago IT, Gimana?"
Di grup-grup WhatsApp orang tua, ramai curhat: "Anakku lebih suka menggambar, kok sekarang dipaksa coding?" Psikolog anak, Dr. Lina Wijaya, mengingatkan: "Jangan sampai beban kurikulum baru bikin anak stres. AI penting, tapi jangan lupakan bakat lain."
AI di Sekolah vs Realita Lapangan
Sementara pemerintah bilang ini langkah future-ready, nyatanya banyak lulusan IT yang justru menganggur. Faisal (25), sarjana informatika, nganggur setahun: "Perusahaan butuh yang sudah ahli, bukan sekadar bisa coding dasar."
Jadi, Kurikulum 2025: Solusi atau Beban Baru?
Kurikulum AI dan coding bisa jadi terobosan jika:
Guru dilatih serius, bukan sekadar webinar formalitas.
Infrastruktur merata, bukan hanya jadi proyek "sekolah unggulan".
Tidak memaksa semua siswa jadi ahli tech, tapi memberi ruang bagi minat berbeda.
Kalau tidak? Alih-alih mencetak generasi digital, malah jadi generasi stres gara-gara error 404.
Bagaimana pendapatmu? "Setuju kurikulum AI atau justru khawatir jadi beban?"
(Sumber: Adaptasi dari Kompas.com dengan tambahan analisis dan wawancara eksklusif)
Post a Comment