Anak SD Bakal lebih Jago Coding daripada Dosen IT



illustrasi Anak SD Bakal lebih Jago Coding daripada Dosen IT EduWithSTEAM.com

Bandung – Di sebuah SD Negeri di Depok, Andi (9 tahun) sedang asyik memodifikasi game Minecraft buatannya sendiri dengan Python. Sementara itu, di kampus ternama Jakarta, seorang dosen Teknik Informatika kebingungan menjelaskan konsep dasar loop kepada mahasiswanya.

Ini bukan skenario fiksi. Mulai tahun ajaran 2025/2026, Kementerian Pendidikan resmi menjadikan coding dan AI sebagai mata pelajaran pilihan dari SD sampai SMA. Pertanyaannya: Siapkah guru-guru kita menghadapi murid yang mungkin lebih jago teknologi daripada mereka?

Fakta yang Bikin Dunia Kampus Merinding:

  • Di Estonia, anak 7 tahun sudah bisa bikin animasi sederhana pakai Scratch.

  • Di Jepang, siswa SD diajarkan logika coding lewat unplugged activities (tanpa komputer).

  • Survei Microsoft 2024: 65% pekerjaan masa depan butuh skill digital dasar.

"Kita sedang menciptakan generasi yang akan mempermalukan dosen-dosen kampus," celetuk seorang pengamat pendidikan digital.

Guru-Guru Zaman Old vs Generasi Digital Native

Ibu Siti (42 tahun), guru kelas 4 di Bekasi, mengaku deg-degan:
"Saya tahunya cuma Word dan Excel. Sekarang disuruh ngajarin coding? Murid-murid saya malah lebih jago install aplikasi HP daripada saya!"

Tapi ada juga guru yang optimis:
Pak Rudi (28 tahun), guru IT di SD Pilot Project:
"Anak-anak itu seperti spons. Kasih mereka tools seperti Scratch atau Micro:bit, dalam seminggu mereka bisa bikin program sederhana. Yang sulit justru mengimbangi kreativitas mereka!"

Kampus-Kampus Panik: "Jurusan IT Harus Berubah!"

Beberapa kampus mulai khawatir:

  • Mahasiswa baru mungkin sudah bawa skill coding dari SMA.

  • Dosen-dosen "zaman DOS" dipaksa upgrade skill.

  • Kurikulum TI yang ketinggalan zaman jadi bahan ledekan.

Seorang dosen IT di Jakarta (yang minta namanya dirahasiakan) mengeluh:
"Saya masih pakai PowerPoint 2010, sekarang mahasiswa baru tanya kenapa tidak pakai AI presentation tools. Rasanya mau pensiun saja!"

Anak SD vs Dosen IT: Siapa Lebih Unggul?

ParameterAnak SD (Lulus 2030)Dosen IT (Lulus 1990-an)
Kemampuan Adaptasi★★★★★ (Cepat belajar tools baru)★★☆ (Biasa pakai yang sudah ada)
Kreativitas★★★★★ (Tak terbatas)★★★ (Terikat teori)
Pengetahuan Teori★☆ (Dasar)★★★★★ (Mendalam)
Skill Praktik★★★★ (Learning by doing)★★★ (Sering outdated)

"Ini bukan soal siapa lebih pintar, tapi siapa yang lebih bisa bertahan di era disruptif," kata seorang CEO startup edukasi.

Proyeksi Mengerikan untuk Dunia Kampus:

  1. Kelas-kelas dasar pemrograman di kampus akan sepi karena mahasiswa sudah bisa dari SMA.

  2. Dosen-dosen tradisional terancam digantikan AI atau praktisi industri.

  3. Jurusan TI harus fokus pada advanced topics seperti quantum computing atau AI ethics.

Solusi atau Bencana?

Pemerintah menjanjikan:

  • Pelatihan massal untuk guru

  • Kolaborasi dengan perusahaan tech

  • Modul belajar coding tanpa gadget

Tapi realitanya:
❌ Masih 60% sekolah belum punya lab komputer layak
❌ Guru senior banyak yang "alergi teknologi"
❌ Orangtua protes: "Anak saya belum bisa baca tulis, kok disuruh coding?"

Prediksi 2030:

  • Anak-anak akan mengajari kakek-neneknya pakai smartphone → Normal

  • Mahasiswa mengoreksi dosen yang salah coding → Akan terjadi

  • Lulusan SD bisa bikin website, lulusan S1 TI masih bingung cari kerja → Semoga tidak

Post a Comment

[blogger]

EDUdesign

Contact Form

Name

Email *

Message *

Powered by Blogger.
Javascript DisablePlease Enable Javascript To See All Widget