Bandung - Setiap awal tahun ajaran baru, media sosial ramai dengan keluhan orangtua: antrean pendaftaran, sistem zonasi, biaya daftar ulang, hingga belanja seragam yang menguras dompet. Tapi tidak dengan keluarga Raka Nara (45) dan istrinya, Sita Larasati (42). Mereka memilih jalur sunyi—tidak menyekolahkan anak-anak mereka ke sekolah formal.
Pilihan itu diambil sejak anak pertama mereka lahir. Bukan karena anti sistem, tapi karena mereka percaya: pendidikan sejati tak hanya terjadi di ruang kelas.
“Kalau semua anak dipaksa belajar hal yang sama, dengan cara yang sama, di waktu yang sama, bagaimana mungkin mereka bisa menemukan jati diri?” ujar Raka, yang bekerja sebagai ilustrator lepas dari rumah.
Sita mengangguk. Ia masih ingat jelas masa SMA-nya yang membosankan. Setiap hari hanya disuruh menyalin buku pelajaran. Ia nyaris kehilangan semangat belajar.
“Saya pernah bertanya, kalau guru hanya menyuruh kami menyalin buku, kenapa kami tidak langsung ke tukang fotokopi saja?”
Belajar dari Dapur, Pasar, dan Alam
Kini, ketiga anak mereka—Galang (19), Sekar (16), dan Bima (13)—belajar langsung dari kehidupan. Mereka belajar matematika saat memasak dan menakar bumbu, belajar menulis dari membuat resep, dan belajar logika saat berdiskusi atau bermain catur.
Setiap pagi dimulai dengan rapat keluarga. Anak-anak diberi kesempatan untuk memilih topik yang ingin mereka pelajari hari itu. Malamnya, mereka akan saling berbagi apa yang sudah dipelajari.
“Kami percaya semua indera harus bekerja dalam proses belajar,” ujar Sita. “Bukan hanya duduk diam mendengar dan mencatat.”
Tetap Bisa Kuliah
Galang, anak pertama mereka, kini tengah kuliah di jurusan Psikologi di Universitas Diponegoro setelah mengikuti ujian paket C. Sekar ingin menjadi ilustrator dan tengah membangun portofolio seninya. Bima, yang senang teknologi, tengah mengikuti kelas daring tentang robotika.
“Kami bukan menolak sekolah, kami hanya ingin pendidikan yang memanusiakan anak,” kata Raka.
Bukan untuk Semua Orang
Homeschooling, kata mereka, bukan metode sakti. Tidak cocok untuk semua keluarga, terutama yang kedua orangtuanya bekerja penuh di luar rumah.
Namun, bagi mereka yang bisa dan mau meluangkan waktu, homeschooling bukan sekadar “tidak sekolah”, tapi sebuah cara hidup yang menempatkan anak sebagai subjek, bukan objek pendidikan.
“Kami tidak sedang menjauh dari sistem. Kami sedang membangun sistem baru—di rumah kami sendiri.”


Post a Comment